Pages

Selasa, 15 Desember 2020

Ayat dan Hadits tentang Nikah

             AYAT DAN HADITS TENTANG NIKAH
                Di susun guna memenuhi tugas
     Mata Kuliah : Fiqh Mawaris dan Munakahat
      Dosen Pengampu : Agus Khumaedy, M.Ag

 


                               Disusun Oleh :
                   Nurul Baiti M. S (2118064)
                                   Kelas B



   FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
      JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
          INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
                          PEKALONGAN
                                 2020


                             Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Ayat dan Hadits Tentang Nikah. Shalawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para umatnya yang Insyaallah setia sampai akhir zaman. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Fiqh Mawaris dan Munakahat. Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi semangat dan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada  Bapak Agus Khumaedy, M.Ag selaku dosen pembimbing mata kuliah Fiqh Mawaris dan Munakahat. 

Makalah ini dibuat semaksimal mungkin, namun kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik  yang membangun sangat kami butuhkan untuk dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga  apa yang disajikan  dalam makalah ini dapat  bermanfaat  bagi kami dan  teman-teman  maupun  pihak lain yang berkepentingan.

Wassalamualaikum Wr.Wb


                               Pekalongan,     September 2020


                               Penulis


                                      BAB I

                             PENDAHULUAN 

Latar Belakang

Ajaran yang penting dalam Islam salah satunya yaitu pernikahan atau perkawinan. Dalam Alquran terdapat sejumlah ayat yang berbicara mengenai masalah pernikahan karena begitu pentingnya ajaran tentang pernikahan. Pernikahan yaitu salah satu perintah agama yang diatur syariat Islam dan merupakan satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama Islam.

Islam mensyariatkan pernikahan dengan tujuan untuk membentuk keluarga sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan hidup. Islam juga mengajarkan bahwa pernikahan patut disambut dengan rasa gembira dan rasa syukur. Islam telah memberikan konsep yang jelas mengenai pernikahan dengan berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah atau Hadits yang shahih. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian nikah, hukum nikah, rukun nikah, anjuran menikah dan hikmah pernikahan, serta nikah yang dilarang menurut Al-Quran dan Hadits.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Nikah ?

2. Bagaimana Hukum Nikah Menurut Al-Quran dan Hadits ?

3. Bagaimana Rukun Nikah Menurut Al-Quran dan Hadits ?

4. Bagaimana Anjuran Menikah Menurut Al-Quran dan Hadits ?

5. Bagaimana Hikmah Pernikahan Menurut Al-Quran dan Hadits ?

6. Bagaimana Nikah Yang Dilarang Menurut Al-Quran dan Hadits ?

Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Nikah.

2. Untuk Mengetahui Hukum Nikah Menurut Al-Quran dan Hadits.

3. Untuk Mengetahui Rukun Nikah Menurut Al-Quran dan Hadits.

4. Untuk Mengetahui Anjuran Menikah Menurut Al-Quran dan Hadits.

5. Untuk Mengetahui Hikmah Pernikahan Menurut Al-Quran dan Hadits.

6. Untuk Mengetahui Nikah Yang Dilarang Menurut Al-Quran dan Hadits.


                                    BAB II

                             PEMBAHASAN

Pengertian Nikah

Kata Nikah menurut etimologi (bahasa) yaitu menghimpun, bersetubuh dan akad. Sedangkan menurut syariat nikah memiliki makna akad yang bermuatan sejumlah rukun dan syarat. Perkawinan dalam fiqh bahasa arab berasal dari dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kata na-kaha dan za-wa-ja terdapat dalam Al-Quran dengan arti kawin yang berarti bergabung, hubungan kelamin, dan juga akad.

Menurut Fiqh, nikah merupakan salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan tidak hanya untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lainnya.

Sebagian ulama Syafiiyah memandang bahwa akad nikah merupakan akad ibadah, dengan arti membolehkan suami menyetubuhi istrinya. Jadi bukan akad tamlik bi al-intifa. Demikian pula di dalam al-Quran dan hadis Nabi, kata nikah pada umumnya diartikan dengan perjanjian perikatan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S An-Nur : 32 yang berbunyi :

وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ

 مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.(Q.S An-Nur : 32)

Hukum Nikah Menurut Al-Quran dan Hadits

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 3, yang berbunyi :

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا۟

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S An-Nisa : 3)

Ayat ini memerintahkan kepada laki-laki yang telah mampu untuk melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini yaitu adil dalam memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Ayat ini juga menerangkan bahwa Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.

Allah SWT juga berfirman dalam Q.S Al- Araf ayat 189, yang berbunyi :

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا 

حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ

 مِنَ الشَّاكِرِينَ

“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (Q.S Al- Araf : 189)

Jadi, perkawinan merupakan menciptakan kehidupan keluarga antara suami istri dan anak-anak serta orang tua supaya tercapai suatu kehidupan yang aman dan tenteram (Sakinah), pergaulan yang mencintai (Mawaddah), dan saling manyantuni (Rahmah).

Rasulullah  SAW pernah bersabda : 

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ

“Wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sessungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Demikian pula dengan sabda Rasulullah SAW yang lain

تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ الأُمَم يَومَ الْقِيَامَةِ

“Menikahlah dengan wanita yang penuh cinta dan yang banyak melahirkan keturunan. Karena sesungguhnya aku merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari kiamat kelak.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban)

Para ulama menjelaskan bahwa menikah memiliki hukum sesuai dengan kondisi dan faktor pelakunya. 

Wajib, bagi orang yang sudah mampu menikah, nafsunya telah mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan, maka ia wajib menikah. Karena menjauhkan diri dari perbuatan haram merupakan wajib, Allah berfirman dalam QS An-Nur 33:

أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوا۟ عَرَضَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۚ وَمَن يُكْرِههُّنَّ فَإِنَّ ٱللَّهَ مِنۢ بَعْدِ إِكْرَٰهِهِنَّ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (QS An-Nur : 33)

Sunnah, bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mampu menikah, namun masih dapat menahan dirinya dari perbuatan zina, maka sunnah baginya menikah. Nikah baginya lebih utama daripada bertekun diri beribadah. 

 Haram, bagi seseorang yang belum mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya kepada istri serta nafsunyapun tidak mendesak, maka ia haram menikah. 

Makruh, bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja pada istrinya. Walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat.

Mubah, bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan yang mengharamkan untuk menikah, maka nikah hukumnya mubah baginya.

 Rukun Nikah Menurut al-Qur'an dan Hadits

Untuk memenuhi sah dan diterimanya pernikahan harus memenuhi rukun-rukun tertentu sesuai dengan syariat agama. Di antara rukun-rukun yang harus dipenuhi, adalah sebagai berikut :

1. Shigat

Shigat disebut dengan Ijab dan Qabul. Ijab merupakan pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita pada mempelai pria, dan Qabul merupakan pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab, sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Ulama sepakat bahwa ijab qabul sebagai rukun perkawinan. Ijab Qabul yaitu rukun yang paling menentukan dalam menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal dan tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya ijab qabul.

Tidak sah akad nikah kecuali dengan lafaz nikah, tazwij, atau terjemahan dari keduanya. Sabda Rasulullah SAW, yang artinya :

 Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. (Riwayat Muslim)

Yang dimaksud dengan kalimat Allah dalam hadits yaitu Al-Quran, dan dalam Al-Quran tidak disebutkan selain dua kalimat itu yaitu nikah dan tazwij. Terdapat pendapat lain bahwa akad sah dengan lafadz yang lain, asal maknanya sama dengan kedua lafadz tersebut, karena asal lafadz akad tersebut maqul makna, tidak semata-mata taabbudi.

2. Adanya mempelai 

Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan dengan syarat-syarat yang harus terpenuhi oleh keduanya, diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk laki-laki dan perempuan yang hendak kawin yaitu :

a. Identitas keduanya jelas dan dapat dibedakan dengan yang lainnya.

b. Beragama Islam.

c. Keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan.

d. Kedua belah pihak telah setuju untuk kawin dan juga setuju dengan pihak yang akan mengawininya.

e. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita telah dewasa.

3. Adanya Wali (wali si perempuan)

Rasulullah SAW bersabda :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

Barang siapa diantara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya batal.” (Riwayat empat orang ahli hadits, kecuali Nasai)

 تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ، وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا لاَ

“Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain, dan jangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri.” (Riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni)

4. Adanya dua orang saksi

Rasulullah SAW bersabda :

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ، وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.

“Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad)

Anjuran Menikah Menurut Al-Qur’an dan Hadits 

Dalam al-Qur’an Allah SWT telah memberikan contoh bahwa menikah merupakan salah satu sunnah para Nabi yang merupakan tokoh teladan mereka. Firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Ra’du : 38.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَٰجًا وَذُرِّيَّةً ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِىَ بِـَٔايَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ

 “Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (Q.S Ar-Ra’du : 38)

Islam memperingatkan bahwa dengan menikah, Allah akan memberikan penghidupan yang berkecukupan kepadanya, menghilangkan kesulitannya dan diberikannya kekuatan untuk mengatasi kemiskinan, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS An-Nur 32.

Pernikahan yaitu ibadah yang dengannya wanita muslimah telah menyempurnakan setengah dari agamanya serta akan menemui Allah dalam keadaan bersih dan suci. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Anas r.a, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda.

مَنْ رَزَقَهُ اللهُ امْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ اللهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الْبَاقِي,

“Barang siapa diberi oleh Allah seorang istri yang shalihah, maka Dia telah membantunya untuk menyempurnakan setegah dari agamanya. Untuk itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada setengah lainnya,” (H.R Thabrani dan Al-Hakim)

Hikmah Pernikahan Menurut Al-Qur’an dan Hadits

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 21

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً 

وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

 "Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara mu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”(Ar-Ruum, 21)

Pernikahan menjadi penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri serta menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubugan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dengan kasih sayang dan penghormatan. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمْ

 امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ 

“Sesungguhnya wanita itu apabila menghadap ke depan berbentuk syaitan dan menghadap ke belakang juga berbentuk syaitan. Karenanya, jika salah seorang diantara kalian melihat seorang wanita yang menakjubkan pandangannya, maka hendaklah ia segera mendatangi istrinya. Yang demikian itu agar dapat mengendalikan gejolak yang ada didalam dirinya, (H.R Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)

Wanita muslimah memiliki kewajiban untuk mengerjakan tugas rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak dan menciptakan susasana menyenangkan, sehingga suaminya dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi.

Ulama fiqh  mengemukakan beberapa  hikmah perkawinan, antara lain :

1.Menyalurkan naluri seksual dengan sah dan benar.

2. Cara terbaik untuk mendapatkan anak  dan mengembangkan keturunan secara sah.

3. Menyalurkan naluri kebapakan atau keibuan.

4. Memupuk rasa tanggung jawab dalam mendidik anak.

5. Membagi rasa tanggung jawab antara suami dan istri.

6. Menyatukan keluarga masing-masing pihak.

7. Memperpanjang usia.


Nikah yang Dilarang Menurut Al-Quran dan Hadits

1. Nikah Syighar

Nikah Syighar yaitu seseorang menikahkan anak perempuannya dengan syarat orang yang menikahi anaknya itu juga menikahkan putri yang dia miliki dengannya. Baik itu dengan memberikan mas kawin bagi keduanya maupun salah satu darinya saja atau tidak memberikan mas kawin sama sekali. Nikah Syighar tidak dibenarkan menurut syariat Islam. Dalam pernikahan semacam ini tidak ada kewajiban atas nafkah , waris, dan juga mas kawin, tidak berlaku pula segala macam bentuk hukum yang berlaku pada kehidupan suami istri pada umumnya.

Larangan nikah syighar ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dimana ia mmengatakan : Bahwa Rasulullah SAW melarang pelaksanaan nikah syighar. Nikah syighar itu adalah seorang laki-laki mengatakan kepada laki-laki lain. Nikahkan aku dengan putrimu, maka aku akan menikahkan kamu dengan puteriku. Atau : Nikahkan aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan menikahkan kamu dengan saudara perempuanku. (H.R Muslim)

Juga ungkapan Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu : Bahwa Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Nikah syighar merupakan  seorang laki-laki mnikahkan puterinya dengan syarat orang tersebut juga menikahkan puterinya dengannya, dimana diantara keduanya tidak ada mas kawin (mahar). (Muttafaqun Alaih)

2. Nikah Mutah

Ibnu Hazm mengatakan :  Nikah Mutah merupakan nikah dengan batasan waktu tertentu dan nikah Mutah dilarang dalam Islam. Nikah mutah ini pernah diperbolehkan pada masa Rasulullah SAW dan kemudian Allah SWT menghapuskannya untuk selamanya, sampai hari kiamat kelak. Dari Ali Radhiyallahu Anhu, ia berkata :

إِنَّ النَّي صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنِ الْمُتْعَة ِوَ عِنْ لُحُوْمِ الْأَهْليِة ِزَمَنَ خَيْبَرَ

“Rasulullah SAW melarang nikah mut’ah dan juga daging keledai peliharaan padda masa perang Khaibar. (Muttafaqun Alaih)

3. Menikahi Wanita Yang Sedang Menjalani Masa Iddah

Tidak dibolehkan melamar wanita muslimah yang sedang menjalani masa iddah, baik karena perceraian maupun kematian suaminya. Jika menikahinya sebelum masa iddahnya selesai, maka nikahnya dianggap batal. Di samping itu, tidak ada waris diantara keduanya dan tidak ada kewajiban memberi nafkah serta mahar bagi wanita tersebut darinya.

Dalil yang menjadi landasan dalam hal ini adalah firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah ayat 235, yang berbunyi :

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِۦ مِنْ خِطْبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُوا۟ قَوْلًا مَّعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا۟ عُقْدَةَ ٱلنِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْكِتَٰبُ أَجَلَهُۥ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ فَٱحْذَرُوهُ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Q.S Al- Baqarah : 235)

4. Nikah Muhallil

Yaitu, wanita muslimah yang telah ditalak tiga kali oleh suaminya dan sang suami diharamkan untuk kembali lagi kepadan istriya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah ayat 230, yang berbunyi :

فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُۥ ۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Jika si suami telah menthalaknya (sesudah dijatuhkan thalak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal baginya, hingga ia menikahi laki-laki lain. (Al-Baqarah : 230)

Jika suami menyuruh orang lain untuk menikahi si isteri yang telah ditalak tiga kali, dengan maksud suami pertama dapat menikahi wanita itu kembali, maka pernikahan ini sangat tidak dibenarkan. Hal ini didasarkan pada riwayat Ibnu Masud, dimana ia mengatakan:

“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melaknat muhallil dan muhallal lahu. (HR. Ibnu Masud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

5. Nikahnya Orang yang Sedang Menjalankan Ihram

Jika seserang melaksanakan pernikahan ketika sedang menunaikan ibadah ihram, baik dalam ibadah haji maupun umroh, sebelum melakukan tahallul, maka pernikahan dianggap batal. Jika hendak menikah, maka dilakukan setelah menyelesaikan ibadah haji atau umrahnya. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :

لا يَنكِحِ المُحْرِمُ، ولا يُنكِحْ

“Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikah dan tidak boleh dinikahkan.” (HR. Muslim)

Larangan ini bersifat haram. Jadi, apabila dilakukan maka pernikahan tersebut tidak sah.


                                   BAB III

                                PENUTUP

Kesimpulan

Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan merupakan ibadah yang dengannya wanita muslimah telah menyempurnakan setengah dari agamanya serta akanmenemui Allah dalam keadaan suci dan bersih. Di dalam Fiqh para ulama menjelaskan bahwa menikah mempunyai hukum sesuai dengan kondisi dan faktor pelakunya. Untuk memenuhi sah dan diterimanya sebuah pernikahan harus memenuhi rukun-rukun tertentu sesuai dengan syariat agama yaitu : sighat, adanya mempelai pria dan wanita, adanya wali, dan adanya dua orang saksi. Terdapat nikah yang dilarang diantaranya nikah syighar, nikah mutah, nikah muhallil, dan nikahnya orang yang sedang menjalankan ibadah ihram.

Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan saran yang sifatnya untuk membangun. Terakhir penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis begitu juga pembaca.



                      DAFTAR PUSTAKA


Atabik, Ahmad dan Khoridatul Mudhiiah. 2014.Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam. Jurnal Yudisia. Vol. 5. No. 2. 

Dahlan, R.M. 2015. Fikih Munakahat. Yogyakarta : CV Budi Utama.

Nurhayati, Agustina. 2011. Pernikahan Dalam Perspektif Alquran. Jurnal Asas. Vol.3. No.1.

Rasjid, Sulaiman .1994. “Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sudarto. 2018Ilmu Fiqih (Refleksi Tentang : Ibadah, Muamalah, Munakahat, dan Mawaris). Yogyakarta : CV Budi Utama.

Syuja, Syaikh Abu. 2007. Terjemah Fatchul Qarib.  Pekalongan : Hasan Bin Edrus Pekalongan.

Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 1998. Al-Jami fii Fiqhi An-Nisaa(Fiqih Wanita). Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar